Senin, 06 Mei 2013

1.3 REVIEW JURNAL ANALISIS YURIDIS TENTANG HUKUM ASURANSI DALAM TRANSAKSI ELECTRONIC COMMERCE MELALUI PERSPEKTIF KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM DAGANG


PENUTUP

A. KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat penulis kemukakan pada penulisan Artikel ilmiah ini adalah sebagai
berikut:
1. Asuransi dalam transaksi jual beli melalui internet ( e-commerce ), jika di tinjau dari
perspektif Kitab Undang-Undang Hukum Dagang ( KUHD ) dapat dibagi menjadi 2 bagian
pokok pembahasan, yaitu :
a. Dari definisi asuransi dalam pasal 246 Kitab Undang-undang Hukum Dagang
(KUHD), dapat kita ketahui bahwa transaksi jual beli elektronik atau e-commerce
merupakan obyek asuransi, karena segala kegiatan didalam transaksi elektronik atau ecommerce,
dapat menimbulkan kehilangan, kerusakan, atau tidak mendapat keuntungan
yang diharapkan bagi para pihak yang ada didalamnya. Asuransi dalam transaksi
elektronik ini, kita kenal sebagai cyber assurance. Sedangkan, pihak yang paling
bertanggung jawab atas adanya kerugian didalam transaksi electronic (e-commerce)
adalah lembaga otoritas sertifikat (LOS) yang berperan sebagai pengaman transaksi
elektronik, karena pihak perusahaan e-commerce akan menyerahkan keamanan
websitenya kepada Lembaga Otoritas Sertifikat (LOS) untuk dapat memberikan
perlindungan penuh terhadap website e-commerce yang dimilikinya dari serangan
para cybercrime.
b. Apabila dikaitkan dengan ketentuan yang tercantum dalam pasal 256 KUHD tentang
polis asuransi, maka perjanjian asuransi antara pihak lembaga otoritas sertifikat dengan
perusahaan asuransi harus menyatakan:
1) hari dibuatnya asuransi;
2) nama orang yang menutup asuransi atas tanggungan sendiri atau atas
tanggungan orang ketiga;
3) suatu uraian yang cukup jelas mengenai benda yang dipertanggungkan;
4) jumlah uang untuk berapa diadakan asuransi;
5) bahaya-bahaya yang ditanggung oleh penanggung;
6) saat bahaya mulai berlaku untuk tanggungan penanggung dan saat berakhirnya
bahaya dimaksud;
7) premi asuransi tersebut; dan Jumlah premi asuransi tergantung pada objek yang
diasuransikan.
8) Pada umumnya, semua keadaan yang kiranya penting bagi penanggung untuk
diketahuinya dan segala syarat yang diperjanjikan antara para pihak.
Perjanjian asuransi antara lembaga otoritas sertifikat dengan perusahaan asuransi
pada dasarnya merupakan asuransi pertanggungjawaban (liability insurance) karena
yang diasuransikan adalah tanggung jawab dari LSO akibat terbongkarnya pengamanan
dalam e-commerce yang menyebabkan salah satu pihak mengalami kerugian.
2. Pihak yang dapat menjadi Subyek Asuransi dalam transaksi elektronik commerce
adalah :
a. Pihak penanggung pada transaksi elektronik melalui internet adalah Perusahaan
asuransi yang menerima jasa asuransi dunia maya ( cyber assurance ).
b. Pihak tertanggung dalam asuransi dunia maya adalah pihak Lembaga Otoritas
Sertifikat ( LOS ) sebagai pihak yang dapat mengalami kerugian.
Sedangkan hal-hal yang dapat menjadi Objek asuransi di dalam e-commerce antara lain:
Transaksi Elektronik dan Sistem Keamanan jaringan.
3. Asuransi dalam transaksi electronic commerce perlu diatur secara khusus di dalam
peraturan perundang-undangan di Indonesia karena perkembangan teknologi informasi telah
memberikan dampak terhadap perkembangan hukum, hal ini merupakan tantangan sekaligus
peluang yang harus dihadapi khususnya dibidang ekonomi dan hukum. Perkembangan
teknologi informasi telah melahirkan model transaksi baru dalam dunia perdagangan dan hal
ini juga akan menimbulkan sengketa dalam transaksi bisnis tersebut. Untuk itu, menurut
penulis diperlukan adanya revisi peraturan perundang-undangan tentang asuransi, yang
didalamnya terdapat bab khusus, yang dapat memberikan pengaturan jelas mengenai asuransi
yang berhubungan dengan transaksi bisnis e-commerce ( cyber insurance ) , sehingga para
pihak yang secara langsung berhubungan dengan hal ini, misalnya Bank, Lembaga Penyedia
Layanan e-commerce, Lembaga Otoritas Sertifikat, serta konsumen yang biasa bertransaksi
lewat dunia maya, akan mendapatkan kepastian hukum, sehingga tujuan hukum yang
sebenarnya dapat terrealisasikan. Transaksi e-commerce tidak akan pernah luput dari risiko
kerugian. Perjanjian asuransi antara lembaga otoritas sertifikat dengan perusahaan asuransi
merupakan cara tepat untuk mengalihkan risiko kerugian, terutama pada transaksi e-commerce
yang menggunakan kunci kriptografi dan secure electronic transaction. Perjanjian cyber
insurance antara lembaga otoritas sertifikat dengan perusahaan asuransi merupakan perjanjian
asuransi yang sifatnya baru dan perlu diatur secara khusus di dalam undang-undang, namun
dalam pemberlakuannya harus tetap memenuhi prinsip-prinsip yang ada dalam Kitab Undang-
Undang Hukum Dagang ( KUHD ) sebagai dasar peraturan asuransi di Indonesia.
B. SARAN
Saran yang dapat penulis kemukakan pada penulisan Artikel ilmiah ini adalah sebagai
berikut:
1. Bagi perusahaan penyedia jasa e-commerce, hendaknya mempercayakan perlindungan
website miliknya kepada Lembaga Ortoritas Sertifikat (LOS) yang dapat menjamin
keamanan website e-commerce dari segala bentuk kejahatan dunia maya ( cybercrime ).
Lembaga Ortoritas Sertifikat (LOS) ini sesungguhnya sangat rentan terhadap kerugian,
karena keamanan suatu website e-commerce merupakan tanggung jawab LOS. Sehingga
menurut penulis, untuk mengurai resiko kerugian yang terjadi, hendaknya Lembaga
Ortoritas Sertifikat (LOS) juga mengasuransikan resikonya kepada perusahaan asuransi,
sehingga terjadi pengalihan resiko dari Lembaga Ortoritas Sertifikat (LOS) kepada
perusahaan asuransi.
2. Bagi Pemerintah, perkembangan teknologi informasi telah melahirkan model transaksi
baru dalam dunia perdagangan dan hal ini juga akan menimbulkan sengketa baru dalam
transaksi bisnis e-commerce. Menurut penulis, pemerintah hendaknya melakukan revisi
peraturan perundang-undangan tentang asuransi yaitu Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992
tentang Usaha Pengasuransian, yang seharusnya terdapat bab khusus, yang dapat
memberikan pengaturan jelas mengenai asuransi dalam transaksi bisnis e-commerce ( cyber
insurance ) , sehingga para pihak yang secara langsung berhubungan dengan hal ini,
misalnya Bank, Lembaga Penyedia Layanan e-commerce, Lembaga Otoritas Sertifikat, serta
konsumen yang biasa bertransaksi lewat dunia maya, akan mendapatkan kepastian hukum,
sehingga tujuan hukum yang sebenarnya dapat terrealisasikan.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Wirjono Prodjodikoro, 1987, Hukum Asuransi di Indonesia, Penerbit PT Intermasa, Bandung.
Cholid Narbuko dan Abu Achmadi, 1997, Metode Penelitian, Bumi Pustaka, Jakarta.
Johnny Ibrahim, 2007 Teori, Metode dan Penelitian Hukum Normatif, Bayumedia Publising,
Malang.
Yahya Ahmad Zein , 2009, Kontrak Elektronik dan Penyelesaian Sengketa Bisnis E-commerce,
Penerbit Mandar Maju, Bandung.
Artikel Ilmiah
Elisatris Gultom, Perlindungan Transaksi Elektronic ( e-commerce ) Melalui Lembaga Asuransi,
Eprint Artikel Universitas Pajajaran, Bandung
Direktorat Jenderal Perdagangan dalam Negeri Republik Indonesia berkerja sama dengan
LKHT-FHUI, 2001, Laporan Penelitian Tahap Pertama versi 1.04, Jakarta.
Internet
Nanang Suryadi, 2011, Perkembangan e-commerce di Indonesia dan di Dunia,
www.ecomm.lecture.ub.ac.id/2011/11/ ( 11 september 2012 )
Peraturan Perundang-undangan
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha perasuransian

Tidak ada komentar:

Posting Komentar